HAri ini

Sabtu, 29 Mei 2010 04.31 Diposting oleh N_DO 0 komentar
HAri ini ngatuk boy!!
disebelah ada ateng yg lagi ngeblog.. biasa gak ada kerjaan...
hari ini juga, Bima Ulang tahun.. MAkan banyak cuy!!
Awalnya NASI PAdaang..
eh.. ntar malem,, MAsih ada Hokben yg menunggu..
LAdok Betul..
Yah namanya juga anak muda..
Ya gak teng!!
Wah ateng asik sendiri...
pada gabut.. uda selese Ulum..

Pembeli Istimewa

04.28 Diposting oleh N_DO 0 komentar
Pada Suatu hari, ketika Jepang belum semakmur sekarang, datanglah seorang pengemis ke sebuah took kue yang mewah dan bergengsi untuk membeli manju. Betapa terkejutnya si pelayan melihat pelanggan yang begity sederhana itu berada ditoko yang mewah dan bergengsi itu. Karena itu, dengan terburu-buru ia membungkus manju itu. Namun, sebelum ai sempat menyerahkan manju itu kepada pengemis, muncullah si pemilik took dan berseru “ tunggu, biarkan saya yang menyerahkannya” seraya berkata demikian, diserahkannyabungkusan itu kepada si pengemis itu.

Si pengemis memberikan pembayarannya. Sembari menerima pembayaran dari tangan si pengemis, ia membungkuk hormat dan berkata, “Terima kasih atas kunjungan Anda”

Setelah si pengemis berlalu, si pelayan bertanya kepada pemilik took, “mengapa harus anda sendiri yang menyerahkan kue itu? Anda sendiri belum pernah melakukannya” si pemilik took itu berkata “Saya mengerti mengapa kau hean. Semestinya kita bergembiri dan bersyukur atas kedatangan pelanggan istimewa tadi. Aku ingin langsung menyatakan teria kasih. Bukanlah selalu datang adalah pelanggan biasa, namun kali ini lain.”
“Mengapa Lain? “ Tanya pelayan itu.
“Hampir semua pelanggan kita adalah orang kaya. Bagi mereka, membeli kue di tempat kita sudah merupakan hal biasa. Namun, orang tadi pasti sudah begitu merindukan manju kita sehingga mungkin ia sudah berkorban demi mendapatkan manju itu. Karena itu, saya memutuskan ia layak dilayani oleh pemilik took sendiri. Itulah mengapa aku melayaninya.”

”Sepenggal Perjalanan Panggilanku

04.22 Diposting oleh N_DO 0 komentar
Refleksi ini aku mulai dari saat aku beranjak kelas dua di seminari Wacana Bhakti. Sewaktu awal masuk, seharusnya aku bertanggung jawab atas pelaksanaan MOSB bagi teman-teman KPP tapi dengan mudahnya aku menyerahkan tugas ini kepada temanku yang lain, karena keluargaku sedang mengadakan acara dan itu membuat aku harus terlibat didalamnya dan mengorbankan tanggung jawabku sebagai ketua pelaksana. Dari awal masukpun aku sudah merasa bersalah kepada teman seangkatanku dan kepada Komunitas tentunya karena aku telah meningalkan tugas yang cukup berat kepada mereka.

Berbicara soal tanggung jawab aku yang dulu (sebelum masuk seminari) tidak suka diberi tanggung jawab apa-apa karena aku sudah tercap suka tidak bertanggung jawab oleh teman-temanku namun rasa tanggung jawab itu muncul saat aku mengenal yang namanya panggilan, panggilan disini bukan hal yang muluk-muluk seperti halnya panggilan tuhan menjadi Imam atau pelayannya atau apalah itu pemikiranku belum sampai disitu, namun panggilan yang ku maksud adalah aku yang dipanggil oleh guruku ataupun orang tuaku. Dipanggil dengan sebutan nama. Aku paling senang jika ada orang yang memanggilku karena dari situ aku dapat menarik kesimpulan aku dibutuhkan oleh mereka dan mereka mengangapku ada. Dan dari situ pula aku mengenal yang namanya tanggung jawab.

Jadi usut punya usut mengenai tanggung jawab yang menjadi hal yang berguna bagi hidupku adalah panggilan itu sendiri , ketika aku dipanggil oleh orang maka orang yang memanggil akan meminta tolong kepadaku lalu aku diberikan tanggung jawab atas sesuatu dari situlah aku mengenal arti sebuah tanggung jawab. Awalnya memang berat namun semua itu dapat aku lakukan meskipun sering aku mengecewakan orang lain karena aku tidak menjalankan perintah yang diberikan kepadaku . itulah akhir pembicaraan mengenai tanggung jawab dimasa lalu. Kembali kepada Panggilan.

Panggilan menurutku adalah hal yang menarik karena secara pribadi aku bukanlah orang yang aktif aku seorang pengikut sejati jarang aku melakukan hal sesuai pemikiranku sendiri jadi aku lebih suka ikut-ikutan, maka dari itu aku paling suka dipanggil. Tetapi lain halnya dengan pepatah yang mengatakan bahwa lebih baik menjadi seorang trendcenter dimana setiap orang akan mengikutiku bukan aku yang mengikuti. Tetapi hal ini hanya aku anggap angin lalu karena bagiku menjadi pengikut adalah hal yang baik ketika aku mengikuti hal yang benar, lain halnya aku ikut-ikut hal yang tidak baik.

”Juan!!” itu namaku dan kata itulah yang selalu aku tunggu, karena dari situlah aku dikenal dan orang mengetahui keberadaanku. Walaupun aku orang yang suka ikut-ikutan aku memiliki keinginan, yaitu banyak orang yang mengenal aku dan memperhatikan aku, entah apa, aku suka diperhatikan dan suka dipandang. jadi saat aku kecil aku sering Percaya diri sendiri bahwa banyak orang yang memperhatikan aku, padahal tidak, maka dari itu dari panggilan namaku itu orang-orang ingin memperhatikan aku. Entah sampai sekarang aku masih ingin diperhatiakan dan selalu PD sendiri jika ada orang yang melihatku entah itu disengaja atau tidak.

Itulah makna dari kata panggilan yang aku telaah saat masa kecil dan dari pengertian ini pula aku menemukan jalan panggilanku yang sebenarnya yang sekarang ini aku jalani yaitu menaggapi panggilanku menjadi sorang imam. Pandanganku kini berubah mengenai panggilan itu sendiri dimana panggilan bukan hanya sebatas orang memanggil namun panggilan merupakan sebuah anugerah yang terindah dari Tuhan kepadaku. Namun aku yang sekrang, aku yang sudah hampir 2 setengah tahun hidup sebagai seminaris mulai bingung tentang panggilan. Berbeda dari saat aku yang pertama kali menjadi seorang seminaris dengan bangganya aku mengatakan ”aku ini anak terpanggil” namun sekarang yang ada malahan ”apakah aku masih seorang anak yang terpanggil ?”. hal ini yang menjadi pergulatan yang ada dalam hidupku.

”Apakah aku masih menjadi anak yang terpanggil?” keraguan itu muncul dari dalam diriku entah apa yang membuat aku berpikir seperti itu. Yang aku rasakan sekarang panggilan itu beragam dan banyak yang memanggil dan banyak pilihan yang ada didepan mata entah itu panggialan menjadi imam diosesan , imam ordo , imam misionaris , imam pendoa atau bahkan bapak keluarga . panggilan-panggilan itu muncul dalam benakku.

Semasa KPP aku berkeinginan untuk menjadi seorang imam jesuit karena aku ikut pakdeku yang menjadi seorang jesuit dan aku selalu membanggakan hal itu didepan teman-teman dan para formatorku. Aku berkata seperti itu tanpa aku mengetahui apa itu imam jesuit . aku hanya mengenal dan mengetahui sosok jesut dari para romo yang berada di seminari dan dari situlah yang membutat aku semakin kagum atas sosok imam jesuit. Sampai kelas satu pun aku tetap memilih imam jesuit.

Beranjak kelas satu dimana saat inilah yang paling aku tunggu karena aku sudah mulai seperti anak SMA biasa dan dapat bergaul dengan banyak orang khususnya teman-teman dari gonzaga. Saat itu adalah saat yang menyenangkan karena aku saat itu merasa diriku banggak sebagai anak yang terpanggil aku berbeda dari teman-teman gonzaga yang lain maka dari itu aku semakin sering diperhatikan karena perbedaan itu.

Setelah aku menelaah mengenai imam jesuit dan mendengar pengalaman dari banyak orang. Kemudian dalam batinku sendiri bertanya apakah aku bisa menjadi seorang imam jesuit yang memiliki tantangan yang berat seperti itu dan setelah aku pelajari panggilan sebagai iman jesuit merupakan hal yang berat dan sulit bagiku untuk dijalani. Kemudian aku berpikir untuk menjadi imam diosesan karena itulah yang menurutku pas dengan aku yang sebenarnya.

Kembali dalam kebimbanganku saat ini sekarang aku dihadapkan dalam banyak pilihan , namun aku masih ingin menjalani hidupku sebagai seorang seminari dan menjadi seorang imam. Tetapi aku tidak seperti calon imam, aku merasa hidupku saat ini hampa, dan sulit untuk dimaknai entah aku mejalani kegiatanku hanya untuk formalitas atau hanya sebagai tuntutan.

Aku yang sekarang kurang dapat memaknai hidup, aku yang hanya melakukan kegiatan sebatas formalitas. Namun aku tetap dalam jalan panggilanku namun aku tidak dapat menanggapi panggilan ini secara lebih baik selayaknya saat KPP maupun kelas 1 dimana kebanggaanku sebagai seorang anak terpanggil itu ada. Sekarang yang ada adalah kebimbanganku.

Semua kembali kepadaku dimana aku yang dapat mengolah hidupku sendiri, aku yang harus bisa menemukan Tuhan dalam hidupku. Dan hanya aku yang dapat menjawab semua kebimbangan dalam diriku. Jadi aku berharap dalam ret-ret kali ini aku dapat menemukan setiap kebimbangan yang ada dalam diriku. Aku yang masih ingin diperhatikan, aku yang hampa dalam menjalani hidup.

Menurutku sebuah kehampaan ataupun kebimbangan dapat menjadi suatu titik tolak untuk membuat sebuah perubahan dalam diriku sendiri dan dari semua yang aku alami saat ini dapat membangun hidupku. Akupun percaya dalam diriku ini bukanlah suatu hal yang harus diratapi tapi ini merupakan hal yang harus aku hadapi.

Perjalanan panggilanku belum berakhir, saat ini aku masih dalam tahap kebingungan dan kehampaan masih panjang lagi perjalan panggilan yang harus aku tempuh, ibarat sebuah roda yang berputar munggkin aku sekarang berada dibawah namun ada saatnya aku kembali keatas dan semakin memantapkan jalan panggilanku.